Categories
Ilmu Sosial

Pengertian Sistem Hukum dan Unsur-Unsur Pembentuknya di Indonesia

Pengertian Sistem Hukum – Setiap negara di dunia pasti memiliki tatanan sistem hukum, seperti halnya Indonesia yang menganut sistem hukum rule of law. Merupakan penggabungan prinsip hukum dari Roma-Belanda dan dipadupadankan dengan prinsip agama dan sistem adat yang ada di nusantara.

Sumber hukum di Indonesia menganut pada sistem hukum Eropa kontinental. Merupakan sistem hukum yang mengutamakan sumber hukum tertulis sebagai sumber hukum dengan tujuan menerapkan kepastian hukum bagi seluruh warga negara.

Berbicara tentang tatanan hukum tak sah rasanya jika tidak tidak memahami terlebih dahulu apa itu definisi dari sistem hukum itu sendiri.


Pengertian Sistem Hukum


synaoo.com

Secara etimologi, istilah Sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu “systema” yang artinya keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian. Merupakan sebuah susunan atau tatanan yang teratur dengan bentuk atau pola yang memiliki tujuan.

Dalam kaitannya dengan hukum, sistem didefinisikan sebagai hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai tujuan. Menurut Lili Rasyidi dan I.B. Wyasa Putra sistem hukum adalah:

“Suatu kesatuan sistem yang tersusun atas integritas sebagai komponen sistem hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu kesatuan hubungan yang saling terkait, bergantung, mempengaruhi, bergerak dalam satu kesatuan proses, yakni proses sistem hukum untuk mewujudkan tujuan hukum.”

Jika disederhanakan, maka sistem hukum merupakan suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, dimana keseluruhan bagian atau komponennya berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Dalam penerapannya sebuah sistem hukum harus memiliki tatanan dan terdiri atas subsistem hukum yang teratur dan terintegrasi. Unsur-unsur dalam sistem hukum haruslah bersinergi agar tercapainya tujuan dalam satu kesatuan.

Unsur-Unsur dalam Sistem Hukum

Berikut unsur-unsur atau komponen yang terkandung dalam sistem hukum:

  • Masyarakat hukum, suatu kesatuan hukum dalam bentuk individu atau himpunan kelompok berstruktur sesuai dengan latar kebangsaannya masing-masing.
  • Budaya hukum, terdiri dari tiga jenis yaitu budaya hukum tertulis, tidak tertulis, dan kombinatif. Ketiganya merupakan buah dari hasil pemikiran manusia dalam upaya hidup bersosial dan bermasyarakat.
  • Filsafat hukum, unsur yang membuat cara tentang mengatur kehidupan manusia sebagai masyarakat hukum.
  • Ilmu pendidikan hukum, sebuah konsep yang mengatur perkembangan teori-teori terkait sistem hukum dengan praktik hukum. Hal ini terkait dengan desain-desain dan formula-formula praktik hukum di lapangan.
  • Konsep hukum, sebuah hasil pemikiran masyarakat hukum dalam menentukan formulasi kebijaksanaan hukum Biasanya didasarkan pada kebudayaan, kepercayaan, adat istiadat dan sistem ketatanegaraan di suatu negara.
  • Pembentukan hukum, hal ini erat kaitannya dengan proses hukum yang melibatkan lembaga maupun aparatur terkait konsep hukum dan prosedur di dalamnya.
  • Bentuk hukum, berupa peraturan perundang-undangan, keputusan hakim, atau keputusan presiden yang sebelumnya telah dibicarakan pada proses pembentukan hukum.
  • Penerapan hukum, hal ini melibatkan semua pihak mulai dari lembaga, aparatur, hingga masyarakat hukum.
  • Evaluasi hukum, sebuah bentuk pengujian kesesuaian antara hukum yang terbentuk dengan konsep yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuannya apakah penerapan hukum tersebut cocok dengan konsep yang telah ada.

Dalam mewujudkan sistem hukum yang baik semua unsur di atas harus saling terintegrasi. Hal ini tentunya juga didukung oleh struktur, substansi, dan budaya hukum yang saling berkorelasi.

“Ubi Societas Ibi lus” begitulah kira-kira seorang ahli filsafat Cicero mengatakan, yang artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Kaidah hukum sebagai norma masyarakat menjadi batas dalam bertindak, sehingga tidak ada hak seseorang yang dilanggar oleh orang yang lainnya.

Sebagai masyarakat yang paham hukum, sudah sewajarnya kita saling menghargai satu sama lainnya. terutama di negara yang beragam agama, adat, dan latar seperti Indonesia.

Keyword: Pengertian Sistem Hukum

Originally posted 2020-09-07 09:00:10.

Categories
Ilmu Pendidikan

Dasar Hukum DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Sebagai Wakil Rakyat

Dasar Hukum DPD – Apa itu DPD? Sebagai warga negara yang turut berpartisipasi dalam kemajuan Negara Republik Indonesia, kamu wajib banget tau tentang ini loh!

DPD adalah singkatan dari Dewan Perwakilan Daerah yang merupakan lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.


Bahasan Mengenai Dasar Hukum DPD


Dasar Hukum DPD
m.kbr.id

Anggota Dewan Perwakilan Daerah merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. DPD tergolong lembaga baru di Indonesia yang baru dibentuk pada bulan November 2001 melalui perubahan ketiga UUD 1945.

Sejarah Dibentuknya DPD

Sebelum Lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dibentuk, sudah ada lembaga Senat RIS (Republik Indonesia Serikat) yang mewakili 16 negara bagian RIS. Pada saat yang bersamaan, di Negara Indonesia bagian Timur (NIT) juga terdapat pula Senat Sementara NIT yang mewakili 13 provinsi dalam NIT.

Senat sementara dibentuk dengan dasar hukum UUD sementara NIT dan UU Senat Sementara NIT 1948. Anggota Senat Sementara NIT dilantik pada tanggal 28 Mei 1949 oleh Presiden NIT, Soekawati.

Namun, pada pelaksanaannya rancangan UUD tidak pernah disahkan, dikarenakan NIT bubar sekitar 11/2 tahun setelah pembentukan senat sementara. Setelah RIS dan NIT dibubarkan, senat ditiadakan sehingga tak ada lagi majelis tinggi/lembaga yang mempresentasikan kepentingan daerah di Indonesia.

Kemudian pada tahun 2001 tepatnya tanggal 1 Oktober 2002, DPD lahir untuk pertama kalinya. Pada saat itu 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya.

Apa sih tujuan dari didirikannya Lembaga DPD ini?

salamadian.com

Tujuan dari pembentukan dari lembaga negara adalah sebagai perwujudan dari kedaulatan yang berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Maka dari itu, dibentuklah dalam UUD 1945 lembaga-lembaga Negara seperti MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, BPK dan lembaga negara lainnya. Setiap lembaga memiliki tugas dan fungsinya masing-masing sebagaimana yang telah ditentukan.

Alasan mendasar daripada pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ialah untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah. Serta berperan lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal yang utamanya berkaitan langsung dengan kepentingan daerah.

Tujuan dibentuknya DPD tidak lain untuk memperkuat ikatan daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah di Indonesia.

Untuk mewujudkan alasan ataupun tujuan tersebut, tentu saja DPD memiliki sejumlah tugas, fungsi dan wewenang dalam menjalankan sistem pemerintahan. Sesuai latar belakang dan tujuannya, fungsi DPD yakni sebagai dewan perwakilan di tiap provinsi yang ada di Indonesia.

Beberapa tugas DPD ialah merancang RUU terkait otonomi daerah, memberi usulan kepada anggota BPK, melaksanakan pengawasan terhadap jalannya undang-undang tentang ekonomi daerah serta mengajukan RUU terkait APBN.

Selain itu anggota DPD juga memiliki wewenang dan tugas penting yang harus dijalankan setiap anggota demi kemajuan dan kesuksesan suatu daerah atau provinsi. Itu semua dikarenakan sejauh ini pengambilan keputusan bersifat sentralistik serta berdampak memunculkan ketimpangan serta rasa ketidakadilan.

Kamu juga perlu tahu kalau mulai dari definisi DPD, fungsi, tugas dan wewenang DPD, serta hak dan keanggotaan DPD tersebut ada dasar hukumnya. Dasar hukum tersebut terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta melalui surat keputusan (SK) dan peraturan pimpinan DPD RI sebagai berikut:

Dasar Hukum DPD dalam UUD 1945

hukum.tempo.com

1. Pasal 22 C ayat 1, 2, 3, 4 UUD 1945

  1. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
  2. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
  3. Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
  4. Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

2. Pasal 22 D ayat 1, 2, 3, 4 UUD 1945

  1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber Daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
  2. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
  3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
  4. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

Dasar Hukum DPD Menurut SK dan Peraturan DPD RI

  1. Peraturan Pimpinan DPD RI Mengenai Keterbukaan Informasi Publik pada Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
  2. SK Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Organisasi PPID (Pejabat dan Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi) di Lingkungan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
  3. SK Sekretariat Jenderal DPD RI No. 22B Tahun 2010 Tentang Standar Prosedur Operasional Layanan Informasi Publik dan Penetapan Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PPID) Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.

Setelah mempelajari secara singkat seputar Lembaga DPD, apa pendapatmu tentang kondisi Indonesia saat ini serta peran penting DPD dalam menanggapi kondisi ditengah pandemi seperti ini?

Jika mengulas kembali tujuan serta alasan didirikannya Lembaga DPD sebagai akomodasi perwakilan daerah. Tentu saja seharusnya kebijakan-kebijakan yang dihasilkan DPD cenderung membawa manfaat dan keuntungan besar bagi setiap daerah di Indonesia.


Nah! Itu dia informasi seputar Dasar Hukum DPD RI. Gimana? Apa kamu tertarik untuk mempelajari lebih dalam lagi mengenai sistem pemerintahan di Indonesia? Apakah jiwa nasionalisme jadi semakin bertambah?

Semoga setelah membaca artikel ini, kita semakin paham betapa pentingnya memahami sistem lembaga Negara sendiri sebagai bentuk kontribusi terhadap kemajuan Bangsa Indonesia. Sampai ketemu diartikel berikutnya.

Keyword: Dasar Hukum DPD

Originally posted 2020-07-27 08:00:52.

Categories
Ilmu Sosial

Landasan Hukum Pembentukan Perundang-Undangan di Indonesia

Landasan hukum pembentukan perundang-undangan tak lain adalah Pancasila dan UUD tahun 1945. Segala bentuk perundang-undangan haruslah sesuai dengan sila-sila pancasila dan tidak melanggar UUD ’45.

Peraturan perundang-undangan nasional adalah peraturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang dan sifatnya untuk dipatuhi oleh seluruh warga negara. Ada beberapa landasan yang menjadi tumpuan pembentukan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia.


Landasan Hukum Pembentukan Perundang undangan


Pertama adalah landasan filosofis. Dimana setiap penyusunan perundang-undangan haruslah memperhatikan cita-cita moral dan hukum sebagaimana diamanatkan Pancasila. Pancasila disini berperan sebagai landasan hukum serta landasan filosofis karena pancasila merupakan ideologi negara.

simomot.com

Kedua adalah landasan sosiologis. Pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat. Bukan hanya untuk kepentingan politik atau golongan semata.

Ketiga adalah landasan yuridis. Di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan memuat keharusan agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini dapat mengagalkan status perundang-undangan tersebut.

Prinsip-prinsip Peraturan Perundang-undangan

biizaa.com

a. Lex posteriori lex priori yang berarti peraturan perundang-undangan baru yang mengesampingkan peraturan perundang-undangan sebelumnya atau yang lama.

b. Lex specialist lex generalise yang berarti peraturan perundang-undangan bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum.

c. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan atau menggeser peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

d. Penyusunan peraturan perundang-undangan harus memiliki landasan yuridis yang jelas. Tanpa adanya landasan yuridis yang jelas, maka peraturan perundang-undangan yang telah disusun tersebut bisa batal demi hukum.

e. Pembentukan peraturan perundang-undangan dapat mengambil landasan yuridis dari peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi. Tentu yang ada keterkaitan langsung dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat.

f. Peraturan perundang-undangan hanya bisa diubah, dicabut, atau dihapus oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi. Berkaitan dengan hal ini dibawah akan disebutkan mengenai hierarki perundang-undangan yang ada di Indonesia.

Susunan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Pada tahun 2011 lahirlah UU No. 12 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Di dalam Pasal 7 ayat 1 UU ini dicantumkan mengenai jenis serta hierarki peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Berikut ini susunan hierarki peraturan perundang-undangan dimulai dari yang tertinggi.

1. UUD 1945 atau Undang Undang Dasar 1945

2. Tap MPR atau Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

3. UU/ Perpuu atau Undang- undang/ Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang

4. PP atau Peraturan Pemerintah

5. Perpres atau Peraturan Presiden

6. Perda Provinsi atau Peraturan Daerah setingkat provinsi

7. Perda Kabupaten / Kota atau peraturan daerah setingkat kabupaten/ kota

artikelsiana.com

Undang-‘undang tersebut juga menyebutkan mengenai pembentukan perundang-undangan dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan berstandar. Tak hanya itu pembentukannya juga mengikat semua lembaga berwenang dalam membentuk peraturan perundang-undangan.

Pembentukan tersebut mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Dimana peraturan ini merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum dan mengikat secara umum. Ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang memalui prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Materi muatan peraturan perundang undangan adalah materi yang dimuat di dalamnya sesuai dengan jenis, fungsi, serta hierarkinya. Pancasila menjadi sumber atau landasan dari segala sumber hukum negara. Dengan kata lain landasan hukum pembetukan perundang undangan adalah Pancasila.

UUD 1945 juga merupakan hukum dasar dalam peraturan perundangan dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Dalam pembentukan peraturan perundangan, terdapat asas yang baik meliputi:

1. Kejelasan tujuan

2. Kelembagaan atau ejabat pembentuk yang tepat

3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

4. Dapat dilaksanakan

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

6. Kejelasan rumusan, serta

7. Keterbukaan

Keberadaan UU No. 12 tahun 2011 ini menggantikan UU No 10 tahun 2004 yang juga mengatur mengenai hal yang sama. Perbedaan terlihat jelas pada susunan hierarki peraturan perundangannya.

 

 

Keyword: Landasan Hukum Pembentukan Perundang-Undangan

Originally posted 2020-07-17 10:13:44.

Categories
Agama Islam

Hukum Forex Trading (Jual Beli Valuta Asing) Menurut Islam

Hukum forex atau bisnis valuta asing (valas) secara online pada dasarnya diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan tertentu.

Bisnis forex trading memang sangat menjanjikan dan menguntungkan, tapi dibalik itu semua ada unsur-unsur yang diharamkan sehingga membuat bisnis yang dilakukan secara online ini hukumnya menjadi haram.


Hukum Forex


Pasar valuta asing atau forex merupakan jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya.

Di dalamnya melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia selama 24 jam secara berkesinambungan.

Jual beli valas atau mata uang asing dalam fiqih kontemporer disebut dengan istilah tijarah an naqd atau al-ittijaar bi al-‘umlat.

Sedangkan dalam kitab-kitab fikih sering dikatakan sebagai ahs-sharf atau pertukaran uang termasuk juga money changer.

Pada mulanya ash-sharf merupakan pertukaran harta dengan harta lain yang berupa emas dan perak.

Baik itu emas dan perak yang jenisnya sama maupun yang berbeda jenis, dan dengan kuantitas yang sama maupun berbeda.

Saat ini mata uang menggantikan keberadaan emas dan perak sebagai alat tukar dalam transaksi ekonomi.

Sehingga para ulama menganalogikannya dengan as-sharf, yakni pertukaran uang dengan uang sebagaimana dulu emas dan perak.

Secara harfiyah as-sharf berarti penambahan, penukaran, penghindaran, atau menjual uang dengan uang lainnya.

Dengan kata lain as-sharf merupakan perjanjian atau akad jual-beli satu valuta dengan valuta lainnya.

Perdagangan mata uang lebih dikenal dengan istilah jual beli valas atau trading forex.

Bisnis atau investasi semacam ini mulai berkembang pada era 1970-an dan diyakini sebagai bisnis yang menguntungkan.

Hukum Jual Beli Valas (Forex)

Terdapat persyaratan di dalam jual beli valas menurut pandangan Islam.

Dimana persyaratan-persyaratan tersebut bertujuan agar mata uang yang merupakan standar harga bagi barang-barang lain tidak dapat dipermainkan oleh mereka yang serakah.

Berikut ini ketentuan yang harus dipenuhi:

1. Apabila mata uang yang ditukar atau diperjual belikan sama jenisnya

Contoh: uang rupiah pecahan 100 ribu ditukar dengan uang rupiah pecahan 1000, maka pada kondisi ini terdapat dua persyaratan yang harus dipenuhi.

a. Pertukaran dilakukan secara kontan sehingga kedua belah pihak yang mengadakan transaksi telah menyetujui akad penukaran tersebut. Masing-masing diharuskan segera melakukan pembayaran dengan cara kontan dan lunas tanpa adanya hutang meski hanya Rp 1,-.

b. Nominal kedua uang tersebut berjumlah sama tanpa ada yang dilebihkan. Sehingga pada kasus diatas, yaitu uang rupiah pecahan Rp 10.000 bila ditukar dengan pecahan Rp 1.000, maka pemilik pecahan 100 ribu harus mendapatkan pecahan 1000 sebanyak seratus lembar. Tidak boleh ada yang kurang atau dengan kata lain meminta imbalan untuk penukarannya.

2. Jika mata unag yang diperjual belikan atau ditukar berbeda jenis

Contoh: mata uang dollar Amerika ditukar dengan rupiah Indonesia, maka kondisi semacam ini proses tukar menukarnya harus memenuhi syarat pertama dari kedua persyaratan di atas. Pembayaran dilakukan dengan kontan dan lunas atau tanpa hutang sedikitpun.

Melihat penjabaran mengenai persyaratan atau ketentuan diatas, maka apabila bisnis forex tidak sesuai dengan penjelasan diatas hukumnya haram.

Kebanyakan bisnis forex dilakukan secara online dan hal tersebut diharamkan karena pembayaran pada bisnis tersebut tidak dilakukan dengan kontan dan lunas.

Pembeli hanya membayarkan beberapa persen dari total valas yang ia beli sebagai jaminan.

Pada penutupan pasar atau bursa valas di akhir hari atau di akhir tempo yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, biasanya akan diadakan perhitungan untung rugi.

Hal ini berkaitan dengan pergerakan nilai tukar keduaa mata uang yang diperdagangkan.

Demikian penjelasan kami mengenai hukum forex. Semoga bermanfaat.

Categories
Agama Islam

Hukum Dropship dalam Pandangan Islam (LENGKAP)

Hukum Dropship – Dropship sangat populer belakangan ini. Apalagi semenjak adanya smarthphone dan perbelanjaan dilakukan secara online.

Kata dropship menjadi sangat familiar di telinga masyarakat. Lalu apakah dropship itu? Bagaimana hukum dropship dalam syariat Islam?


Hukum Dropship


Kemudahan berjual beli atau berbelanja ikut mempengaruhi kecenderungan masyarakat dalam berbisnis.

Saat ini sebagian besar masyarakat mencoba peruntungan ddengan berdagang seiring kemudahan dan kemajuan teknologi.

Untuk membuka sebuah usaha kini masyarakat tidak perlu lagi pusing-pusing soal modal dan perijinan.

Mereka cukup menjual barang dagangan mereka di platform digital atau e-commerce.

Bahkan untuk membuka sebuah kafe pun tak perlu lagi tempat yang luas dan cozy cukup dapur sederhana yang nantinya menu dipesan secara online.

Bagi mereka yang tidak memiliki modal maupun sesuatu untuk diperdagangkan tetap bisa berdagang hanya dengan menjadi reseller atau dropshiper.

Reseller disebut juga sebagai pengecer dimana perusahaan atau perorangan yang membeli barang atau jasa dengan tujuan untuk menjualnya kembali daripada memakan atau menggunakannya.

Biasanya reseller membeli barang dari supplier dalam jumlah banyak untuk mendapat potongan harga sehingga dapat dijual kembali dengan harga ecer.

Sedangkan dropshiper adalah agen atau penjual yang menjual kembali produk dari supplier atau dristibutor, tetapi tidak memiliki produknya sehingga sistemnya dropship.

Bisa dikatakan jika dropshipper itu semacam agen marketing, tapi bukan pihak supplier yang meminta.

Hukum Jual Beli Sistem Dropship

Pada dasarnya, segala macam bentuk jual beli adalah boleh dan tidak diharamkan, kecuali ada praktek yang melanggar syariat.

Syariat telah mengatur beberapa kaidah dalam jual beli yang jika dilanggar salah satunya, maka jual beli tersebut menjadi dilarang.

Pada sistem dropsip ada beberapa hal yang menjadikan jual beli ini menjadi perdebatan di kalangan para ulama modern.

Pertama, seorang dropsshiper menjual barang yang belum dimiliki.

Sebenarnya dropshiper memang sistem menjualkan orang dan bukan menjual barang yang belum dimiliki karena memang sistemnya dia tidak mengulak.

Dropshipper meminta pembayaran telebih dulu dari pembeli baru setelah uang sudah terkirim ia membelinya dari supplier.

Ada juga mentranser kepada supplier sesuai harga pabrik lalu pihak supplier yang mengurus pengiriman barang kepada konsumen.

Ada yang menganggap sistem ini melanggar syariat karena ada hadits dari Hakim bin Hizam ra, ia berkata:

فَقُلْتُ : يَأْتِينِي الرَّجُلُ يَسْأَلُنِي مِنْ الْبَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدِي ، أَبْتَاعُ لَهُ مِنْ السُّوقِ ثُمَّ أَبِيعُهُ ؟ قَالَ : (لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Artinya: “Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, (bolehkan setelah dia membeli) aku akan beli untuknya di pasar lalu aku jual kepadanya, Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki!” (HR. Abu Daud 3503, an nasa’iy 4613 dan selainnya. Hadis ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam irwa’ 1292).

Kedua, ada celah untuk melakukan riba pada jenis transakssi seperti ini (dropship).

Dimana saat dropshiper menjual kembalii barang yang telah dibeli, tapi secara fisik belum diterima dari supplier.

Dalam kondisi tersebut tidak dibenarkan untuk menjual kembali barang yang belum ada wujud fisiknya.

Sehingga pada bagian ini akan mudah terjadi praktek riba.

Ketiga, kejujuran dalam transaksi seperti ini mungkin akan diragukan.

Tidak menutup kemungkinan para dropshipper yang lain mengaku-ngaku bahwa mereka benar-benar akan mengirim barang dari supplier setelah menerima transferan sejumlah uang.

Bahkan ada juga yang mengaku-aku kalau mereka distributor resmi atau agen yang menjual dengan harga murah.

Padahal kenyataannya tidak ddemikian dan justru bisa saja melakukan penipuan, kecuali ada pihak lain yang menjamin si konsumen.

Misalnya saja pihak ketiga, seperti e-commerce yang menyediakan garansi bagi konsumennya sehingga konsumen tidak mungkin dirugikan.


Menjadi Dropshipper Amanah


1. Jika memang tujuan muamalahnya baik maka siapapun boleh berjual beli secara dropship. Terutama bagi mereka yang tidak memiliki modal atau kemampuan.

2. Pastikan supplier terpercaya dan memiliki track record yang bagus.

3. Barang yang dijual bukan barang haram.

4. Jangan berbohong saat mengiklaankan produk. Misal dengan mengatakan ada adalah distributor resmi dan sebagainya jika memang bukan seperti itu kenytaannya.

5. Jangan menghalalkan segala cara untuk mendapat banyak keuntungan karena itu termasuk perbuatan dosa.

6. Pastikan untuk mengirimkan barang dengan baik dan sesuai akad atau kesepakatan awal.

Demikian penjelasan kami mengenai hukum dropship. Semoga bermanfaat.